Bertemu di 30

“The two most important days in your life are the day you are born and the day you find out why.”

Mark Twain.

Katanya, masa-masa pencarian jati diri itu adalah ketika usia SMA, atau mungkin remaja. Yaaa, setua-tuanya, mungkin ketika duduk di bangku perkuliahan. Iya, mungkin itu yang terjadi pada kebanyakan orang. Tapi tak menutup kemungkinan, ada sedikit orang yang mati-matian banget menemukan sebuah ‘jati diri’ dalam dirinya. Saya salah satunya.

Cerita ini berawal sekitar tiga atau empat tahun lalu. Saat itu ada acara semacam talkshow yang diadakan oleh Ibu Profesional Tangerang dengan tajuk Talents Maping. Pembicaranya bernama Kang Firman. Kira-kira begitulah sapaan beliau. Dan saya menjadi salah satu pesertanya.

Sebenarnya acara tersebut adalah untuk ‘ngajarin’ cara kepada orang tua untuk dapat memetakan talents dari anak-anak mereka. Eh ternyata ketika saya baca buku yang berjudul ‘Talents Maping’ karya Abah Rama Royani, kok saya jadi bertanya: Lo mau memetakan bakat anak-anak, memangnya lo sendiri sudah tahu bakat lo apa??

Wow! Pertanyaan itu bagai tamparan pedas. Iya juga, ya. Bagaimana saya bisa membimbing anak-anak saya, di saat diri saya sendiri sebenarnya butuh bimbingan?? Bagaimana mungkin saya bisa mengarahkan mereka, jika jalan yang akan dijalani tersebut pun, adalah jalan baru bagi saya??

Berawal dari perasaan tak kompeten dan antusiasme untuk belajar, kemudian saya segera ikut serta ketika Ibu Profesional membuka kelas belajar bernama Ruang Berkarya Ibu atau disingkat dengan RBI. Kegiatan tersebut diketuai oleh Mbak Andita Aryoko, penulis Buku Portofolio Anak.

Dari kelas RBI itulah, saya mulai menyelami diri saya dan berusaha menguak bakat-bakat yang Allah fitrahkan kepada diri saya. Proses pengenalan bakat tersebut saya lakukan secara manual tanpa alat tes seperti yang disediakan di web temubakat.com. Hasilnya, alhamdulillah saya lebih memahami tentang diri saya. Bukan hanya tentang kelebihan yang tak saya sadari, tetapi juga kekurangan yang terkadang saya paksakan.

Setelah melalui proses look in ke dalam diri dan mengidentifikasi hal-hal apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan saya, kemudian saya menjadi lebih bahagia. Bukan hanya itu,saya pun jadi semakin bijak. Iya, karena saya bisa dengan sadar memposisikan diri saya di dalam berbagai lini kehidupan, yang terkadang ritmenya terlalu cepat untuk kita berkontemplasi.

Lalu apa kaitannya hal tersebut dengan makna hidup saya?

Tentu hal tersebut sangat berkaitan dan menjadi hal yang sakral. Jika sebelumnya, saya seringkali jealous pada ‘ukuran bahagia’ seseorang, kini sudah tidak lagi. Saya bahagia dengan ukuran saya sendiri. Mungkin kebahagiaan itu terlalu sederhana bagi orang lain, tapi yang penting, itu begitu bermakna untuk saya. Jika sebelumnya saya ingin mengikuti jejak kesuksesan orang lain, hingga saya meniru-niru dirinya padahal saya tak nyaman; kini sudah tidak lagi. Saya membuat sendiri capaian kesuksesan saya yang sesuai dengan porsi saya. Kesuksesan yang membuat saya bersemangat ketika berproses mencapainya; dan membahagiakan saya ketika berhasil mencapainya. Masha Allah. Jika sebelumnya saya merasa biasa saja ketika suami atau anak-anak saya mencapai keberhasilan akan sesuatu; kini saya merasa bahagia yang luar biasa. Saya menemukan bahwa makna hidup saya adalah bagian dari kesuksesan mereka.

Ketika saya melihat suami saya, yang tadinya low sekali dalam urusan berkomunikasi dengan anak-anak, kini beliau mengalami kemajuan yang pesat dalam berkomunikasi. Di situlah saya merasa hidup saya penuh arti. Saya merasa bahwa kekuatan saya dalam bakat komunikasi, ternyata membawa pengaruh positif bagi suami saya. Kemudian ketika anak sulung saya begitu senang mencari perhatian dan menjadi pusat perhatian, di situlah saya merasa bakat significance saya berhasil memupuk rasa percaya dirinya. Lalu ketika anak kedua saya begitu runtut dalam melakukan sesuatu, di situlah saya yakin bahwa bakat discipline yang Allah titipkan pada saya, membawa pengaruh baik padanya. Benar, Allah tak akan pernah salah dalam menempatkan dan memporsikan sesuatu.

Semua yang Allah ciptakan di dunia ini, pasti ada tujuannya. Begitu pula dengan segala sesuatu yang Allah hilangkan dari dunia ini, pasti mengandung banyak hikmah dan ibroh. Walau dulu saya sempat berpikir, kenapa hidup saya, kok biasa saja, sih?? Kenapa rasanya flat-flat, aja sih?? Kenapa orang lain yang berhasil, tapi kok, saya hanya begini saja?? Kenapa? Kenapa? Seakan tak pernah tuntas pertanyaan ‘kenapa’ itu terjawab. Rupanya karena saya belum menyadari keunikan-keunikan yang Allah titipkan pada saya. Jika menyadari saja belum bisa, bagaimana mungkin bisa mensyukurinya, toh?? Selanjutnya, bagaimana mungkin bisa bahagia dan membahagiakan orang lain??

Dan semua itu barulah saya temukan di 30 tahun perjalanan kehidupan saya. Itu sekitar dua tahun lalu. Kini, di usia saya yang menginjak 32 tahun, saya masih terus menyelami diri saya dan memaknainya. Saya ingin tuntas mengerti tentang titipan-titipan unik Allah pada diri saya; sehingga saya bisa tuntas menjalankan tugas dari Allah sebagai khalifah di muka bumi ini. Amin, Insha Allah.

Target saya dalam waktu dekat adalah mengikuti pelatihan sebagai praktisi Talents Mapping. Ilmu pelatihan tersebut akan saya pergunakan untuk lebih mengenal dan membimbing diri saya, suami, juga anak-anak. Serta saya berkeinginan untuk menyebarkan ilmu tersebut kepada orang-orang di sekitar saya. Supaya semakin banyak orang yang tersadarkan dengan keunikan dirinya, hingga sesegera mungkin dia mengambil porsi sebagai khalifah fiil ard. Hal yang saya sebutkan ini pun, sebenarnya adalah bagian dari keunikan diri saya, yaitu senang belajar dan bertemu dengan orang baru.

Begitulah makna hidup bagi saya, yaitu mengenal dengan menyeluruh keunikan-keunikan yang Allah anugrahkan kepada saya. Kemudian menggunakan keunikan tersebut sebagai wasilah untuk menunaikan tugas dari-Nya, yaitu menjadi khalifah di muka bumi; minimal menjadi pemimpin untuk diri sendiri sehingga terhindar dari api neraka. Selanjutnya adalah menggunakan keunikan tersebut untuk menyebarkan manfaat bagi semesta; dalam rangka mencari keridhoan Allah di dunia dan akhirat. Amiin. Allahumma amiin.

#oneweekonewriting

#kelasminatmenulis

#ibuprofesionaldepok

3 thoughts on “Bertemu di 30

  1. Pingback: How Amazing Me!

Leave a Reply to Shireishou Cancel reply

Your email address will not be published.