Mengulang Level BBQ

Sore tadi, saya mendapatkan WA dari ustadz yang mendampingi anak-anak belajar Al-Quran. Isi WA itu adalah laporan hasil belajar Abang J selama tiga bulan sebelumnya. Memang, periode belajar setiap level adalah selama tiga bulan. Mas H tidak mendapatkan laporan hasil belajar, karena kualifikasinya belum memenuhi syarat untuk mengikuti ujian kenaikan level.

Lalu bagaimana hasil belajar Abang J selama tiga bulan sebelumnya? Singkatnya, Abang J harus mengulang level yang sama pada periode belajar tiga bulan berikutnya.

Sejujurnya saya secara pribadi tidak pernah memusingkan urusan nilai anak-anak. Bahkan dalam setiap ujian semester di PKBM pun, saya tidak pernah melakukan intervensi supaya anak-anak saya mendapatkan nilai yang bagus. Pokoknya, saya tidak akan pernah memberikan jawaban ujian atau jawaban apa pun kepada mereka, dengan alasan supaya nilai mereka tinggi. Tidak, tidak. Itu benar-benar bukan gaya saya. Nah, apalagi dengan ujian belajar Al-Quran ini. Saya sendiri saja tidak berada di lokasi yang sama dengan Abang J saat dia melaksanakan ujiannya. Jadi mana mungkin saya bisa memanipulasi nilai ujiannya, kan?

Meskipun saya tidak mempermasalahkan urusan nilai anak-anak saya, tapi saya mesti tahu tentang usaha mereka. Maksudnya, saya mesti memastikan bahwa anak-anak saya sudah mempersiapkan diri sebelum ujian. Saya mesti memastikan bahwa kondisi anak saya dalam keadaan sehat ketika ujian. Bahkan saya pun mesti memastikan agar keadaan koneksi internet di rumah kami stabil. Pun saya harus mengingatkan kepada anak-anak saya, “Kerjakan dengan sebaik mungkin, sesuai dengan kemampuan yang Allah titipkan pada kalian.” Selalu begitu pesan saya ketika mereka akan ujian. Barulah saya berdoa, agar Allah senantiasa memberikan kemudahan untuk anak-anak saya. Sisanya, urusan nilai, saya tidak peduli.

Nah, kembali lagi ke topik semula, WA dari ustadz ke saya tentang hasil belajar Abang J. Di laporan nilai tersebut, saya melihat nilai Abang J lumayan di bawah standar. (Dalam hal ini, standar nilai saya adalah 8. Walau hal ini tidak pernah saya ungkap kepada mereka) Abang J hanya mendapatkan nilai 64. Tentu, ini berada jauh di bawah standar nilai saya dan mungkin juga standar nilai bimbel baca Al-Quran.

Saya tidak marah dengan nilai tersebut. Saya pun tidak kecewa kepada Abang J. Saya menyadari mungkin ini adalah reminder bagi kami agar lebih intens lagi membersamai Abang J dan Mas H. Namun, saya berhak tahu, apa yang harus diperbaiki lagi dari Abang J? Lalu apa yang bisa kami lakukan sebagai orang tuanya, agar kemampuan Abang J dan Mas H bisa meningkat?

Kemudian saya membalas WA ustadz tersebut dan bertanya tentang hal-hal yang perlu diperbaiki dari Abang J. Ustadz menjawab bahwa pemahaman Abang J tentang pelajaran masih kurang dan dia sering bengong di kelas sehingga tidak memahami pelajaran padahal ustadz sudah mengulangnya sebanyak 3X. Mendengar jawaban tersebut, jujur saja, perasaan saya menolak. Saya tahu betul Abang J itu seperti apa ketika menerima pelajaran. Saya tahu betul bahwa ingatan Abang J itu cukup kuat dan bisa dengan mudah memahami pelajaran. Tapi sebagai adab terhadap guru, tentu saya tidak langsung membenarkan sikap anak saya atau justru menyalahkan ustadz.

Kemudian sambil tidur-tiduran bersama Abang J, saya iseng bertanya terkait materi yang dicontohkan ustadz tidak dipahami oleh Abang J. Kemudian Abang J menjawab pertanyaan saya. Jawabannya benar sesuai dengan penjelasan ustadz dalam WA kepada saya. Tetapi memang Abang J tidak hapal istilah untuk materi tersebut.

Akhirnya, saya terus bertukar pesan WA dengan ustadz dan membicarakan Abang J dan Mas H. Semua yang ustadz sampaikan, tentu menjadi masukan yang berharga bagi kami untuk bisa memperbaiki diri kami dan anak-anak kami. Alhamdulillah Allah mempertemukan kami dengan ustadz anak-anak, sehingga membuat kami semakin sadar dengan situasi pendidikan dan pengasuhan yang kami jalani.

Dari serangkaian kejadian di atas, saya semakin menyadari satu hal. Ternyata saya benar-benar memahami tentang anak-anak saya, baik itu Abang J, Mas H, atau Adik M. Berdasarkan WA ustadz tentang Abang J dan Mas H, ya memang begitulah yang saya rasakan terhadap Abang J dan Mas H. Bedanya, saya mengetahui trik untuk menghadapi mereka berdua, sedangkan orang lain tidak mengetahuinya. Bonusnya adalah saya merupakan ibu mereka, sehingga Allah pasti memberikan saya kelebihan untuk menemukan solusi dari setiap tantangan pengasuhan terhadap mereka. Pertanyaannya, sejauh mana saya mau beraksi untuk melakukan solusi dari tantangan tersebut? Nampaknya, pertanyaan ini yang harus sering saya ulang-ulang di kepala. Agar setiap sel tubuh saya yang mendengar pertanyaan tersebut, segera tercambuk untuk bergerak tanpa mengenal lelah. Karena istirahat yang sesungguhnya adalah nanti. Nanti ketika kita sudah memasuki jannah-Nya bersama suami, anak-anak, dan keluarga tercinta kita. Amiin.

Be the first to reply

Leave a Reply

Your email address will not be published.